Wednesday, March 20, 2013

**********KYAI KHOLIL********** lanjutan

yang tampaknya penyebab keributan itu,
Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua
patah kata yang kurang fasih. Anehnya,
sang macan yang mendengar kalimat yang
dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya
kurang fasih itu, macan tutul bergegas
menjauh. Dengan kejadian ini, habib
paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil
bermaksud memberi pelajaran kepada
dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan
terletak antara fasih dan tidak fasih,
melainkan sejauh mana penghayatan
makna dalam ungkapan itu. Tongkat Kiai
Kholil dan Sumber Mata Air Pada suatu
hari. Kiai Kholil berjalan kearah selatan
Bangkalan. Beberapa santri menyertainya.
Setelah berjalan cukup jauh, tepatnya
sampai di desa Langgundi, tiba-tiba Kiai
Kholil menghentikan perjalanannya.
Setelah melihat tanah di hadapannya,
dengan serta merta Kiai Kholil
menancapkan tongkatnya ke tanah. Dari
arah lubang bekas tancapan Kiai Kholil,
memancar sumber air yang sangat jernih.
Semakin lama semakin besar, sumber air
tersebut akhirnya menjadi kolam yang bisa
dipakai untuk minum dan mandi. Lebih
dari itu, sumber mata airnya dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Kolam yang bersejarah itu, sampai
sekarang masih ada. Howang-Howing
Jadi Kaya Suatu hari, seorang Tionghoa
bernama Koh Bun Fat sowan ke Kiai Kholil.
Dia bermaksud untuk meminta
pertolongan kepada Kiai Kholil agar bisa
terkabul hajatnya. "Kiai, saya minta
didoakan agar cepat kaya. Saya sudah
bosan hidup miskin", kata Koh Bun Fat
dengan penuh harap. Melihat permintaan
Koh Bun Fat itu, kiai lantas memberi
isyarat menyuruh mendekat. Setelah Koh
Bun Fat dihadapan Kiai Kholil, tiba-tiba
Kiai Kholil menarik tangan Koh Bun Fat
dan memegangnya erat-erat seraya
berucap : "Saafu lisanatan. Howang-
howang, hoing-hoing, Pak Wang, Howang
Noang tur cetur, salang kacetur, sugih.....
sugih..... sugih.....", suara Kiai Kholil
dalam bahasa yang tidak dimengerti.
Setelah mendapat doa dari Kiai Kholil itu,
Koh Bun Fat benar-benar berubah
kehidupannya, dari orang miskin menjadi
kaya. Obat Aneh Di daerah Bangkalan
banyak terdapat binatang- binatang
menyengat yang suka berkeliaran,
termasuk kalajengking yang sangat ganas.
Binatang ini akan bertambah banyak
bilamana musim hujan tiba, apalagi di
malam hari. Pada suatu malam, salah
seorang warga Bangkalan disengat
kalajengking. Bisa kalajengking membuat
bengkak bagian- bagian tubuhnya.
Beberapa pengobatan telah dilakukan
namun hasilnya sia-sia. Ia hampir putus
asa, sampai pada akhirnya, ada seseorang
yang menyarankan agar pergi menemui
Kiai Kholil. Akhirnya diputuskan untuk
menemui Kiai Kholil. "Kiai Kholil, saya
disengat kala jengking. Tolong obati saya",
ujarnya sambil memelas. "Kesini!" kata
Kiai Kholil. Lalu dilihatnya bekas sengatan
yang telah membengkak itu kemudian
dipegangnya seraya berucap dengan
dalam bahasa Madura : "Palak-Pokeh,....
palak-pokeh,....beres, beres", ucap Kiai
Kholil sambil menepuk-nepuk bekas
sengatan kalajengking. Maka seketika itu,
orang itu sembuh, dan melihat hasil
pengobatan dengan kesan lucu itu, orang
yang menyaksikan di sekitarnya tidak
dapat menahan tawanya. Mereka tertawa
terpingkal-pingkal sambil meninggalkan
ruangan itu (sumber informasi : KH. Amin
Imron, cucu Kiai Kholil Bangkalan).
Rumah Miring Pada suatu hari, Kiai Kholil
mendapat undangan di pelosok
Bangkalan . Hari jadi yang ditentukan pun
tiba. Para undangan yang berasal dari
berbagai daerah berdatangan. Semua
tamu ditempatkan di ruang tamu yang
cukup besar. Walaupun para tamu sudah
datang semua, acara nampaknya belum
ada tanda-tanda dimulai. Menit demi
menit berlalu beberapa orang tampaknya
gelisah. Kenapa acara kok belum dimulai.
Padahal, menurut jadwal mestinya sudah
dimulai. Tuan rumah tampak mondar-
mandir, gelisah. Sesekali melihat ke jalan
sesekali menunduk. Tampaknya menunggu
kehadiran seseorang. Menunggu acara
belum dimulai si fulan tidak sabar lagi.
Fulan yang dikenal sebagai jagoan di
daerah itu, berdiri lalu berkata : "Siapa sih
yang ditunggu-tunggu kok belum dimulai?
Kata si jagoan sambil membentak.
Bersamaan dengan itu datang sebuah
dokar, siapa lagi kalau bukan Kiai Kholil
yang ditunggu-tunggu.
"Assalamu'alaikum", ucap Kiai Kholil
sambil menginjakkan kakinya ke lantai
tangga paling bawah rumah besar itu.
Bersamaan dengan injakan kaki Kiai Kholil,
gemparlah semua undangan yang hadir.
Serta-merta rumah menjadi miring. Para
undangan tercekam tidak berani menatap
Kiai Kholil. Si fulan yang terkenal jagoan
itu ketakutan, nyalinya menjadi kecil
melihat kejadian yang selama hidup baru
dialami saat itu. Setelah beberapa saat
kejadian itu berlangsung kiai mengangkat
kakinya. Seketika itu, rumah yang miring
menjadi tegak seperti sedia kala. Maka
berhamburanlah para undangan yang
menyambut dan menyalami Kiai Kholil.
Akhirnya fulan yang jagoan itu menjadi
sadar, bahwa dirinya kalah. Dirinya terlalu
sombong sampai begitu meremehkan
seorang ulama seperti Kiai Kholil. Fulan
lalu menyongsong Kiai Kholil dan meminta
maaf. Kiai Kholil memaafkan, bahkan
mendoakan. Do'a Kiai Kholil terkabul,
Fulan yang dulu seorang jagoan yang
ditakuti di daerah itu, akhirnya menjadi
seorang yang alim. Bahkan, kini si fulan
menjadi panutan masyarakat daerah itu.

No comments:

Post a Comment