Pernikahan itu baru berjalan empat setengah tahun lamanya. Kebanyakan dilewati dengan LDM (Long Distance Marriage). Sang suami adalah pegawai negeri sipil yang ditempatkan di sebuah daerah nun jauh di Sumatera. Sang istri adalah profesional paruh waktu di sebuah konsultan. Bukan tak ingin bersatu, namun keinginan untuk belajar pada bidang masing-masing masih dominan. aSemua seolah berjalan baik. Meski masih jauh dari kondisi ideal, namun konflik besar bisa dibilang jarang terjadi. Pernikahan ini dikaruniai dua anak yang lucu dan menyejukkan pandangan. Namun hari itu.... melalui email itu, semua berubah... tak lagi sama. Mungkin tak akan pernah sama.Malam itu sang istri gelisah. Seperti terdorong keinginan kuat untuk mencari sesuatu tentang suaminya, yang sudah tidak mampu ia bendung dengan prasangka baik. Insting, atau feeling, atau firasat yg sudah lama dia rasakan... Lalu tergeraklah hatinya membuka email sang suami. Ada surat teruntuk bawahan suami, yang namanya sering mengganggu pikiran, I MISS YOU judulnya. Ah, tak perlu dijelaskan lagi isi surat tersebut, dan surat-surat elektronik lainnya. Kacau, kalut, terpukul, babak belur. "You name it, I've been there..." batin sang istri.Hari-hari selanjutnya diisi dengan pertengkaran, mediasi dua keluarga, dan pertentangan batin luar biasa. Kini, status itu masih menggantung. Sang istri berada dalam persimpangan hati, akankah meneruskan pernikahan ini; atau berhenti saja? Sedang sang suami telah membulatkan hati untuk berpisah, enggan berusaha memperbaiki.
----------------------------------------
Perselingkuhan. Perceraian. Dua momok terbesar dalam pernikahan. Apalagi untuk wanita. Istri mana yang mau disakiti? Istri mana yang rela cintanya dibagi? Meneruskan pernikahan diatas luka pengkhianatan, seperti minum digelas yang telah retak. Tapi bercerai tanpa perbaikan, sama saja mengorbankan masa depan rapuh untuk anak-anak.Dalam banyak kasus konflik pernikahan (baik ada perselingkuhan ataupun tidak), penyebabnya adalah dari kedua belah pihak. Believe it or not, tapi itu benar. Karena tidak ada suami sempurna, begitu pula tak ada istri sempurna.Kembali pada cerita diatas, lantas bagaimana bila cinta itu sudah terbagi? Bagaimana bila suami betul-betul jatuh cinta pada wanita lain, tak sekedar pelarian semata?Ketika semua pilihan terasa tak menyenangkan, pilihlah yang paling baik bagi semua pihak, terutama anak-anak. Bukan berarti mengorbankan diri sendiri, tidak! Kita tidak akan mampu menyenangkan semua pihak. Tapi bila kita yakin bahwa sumber kebahagiaan tidak semata dari kesetiaan suami, yang notabene juga makhluk lemah, maka pintu kebahagiaan lain akan terbuka dihadapan kita.
Beberapa hal yang dapat dilakukan seorang istri yang cintanya telah terbagi, saya coba rangkum dalam beberapa poin dibawah.
(1) Jangan terburu-buru membuat kesimpulan, apalagi tergesa mengambil keputusan. Ingat, ini bukan semata soal hidup anda. Ada masa depan anak-anak, ada nama baik keluarga, dan ada takdir baik yang masih mungkin diraih dengan usaha dan doa, meski dunia dan langit seolah telah runtuh.
(2) Anda tidak sendiri. Banyak orang lain yang mengalami masalah serupa, bahkan mungkin lebih berat.
(3) Pahami bahwa kejadian itu tidak semata salah pasangan. Sedikit banyak pasti ada andil kedua belah pihak. Belajarlah untuk melihat dan menilai diri sendiri. Jeli menemukan kekurangan diri, lalu perbaiki. Maka apapun takdir yang tersimpan didepan sana, akan turut baik seiring usaha kita. Karena bila PR untuk memperbaiki diri belum dikerjakan, tak menutup kemungkinan masalah serupa akan terjadi di pernikahan selanjutnya.
(4) Bila merasa tak sanggup menahan emosi, cari nasihat dari orang yang terpercaya. Bisa jadi tokoh agama, konselor, atau orang lain yang mumpuni. Usahakan bukan keluarga untuk menghindari bias penilaian. Kecilkan lingkup persoalan, usahakan tidak banyak orang tahu dan terlibat, karena ini menyangkut aib dua keluarga.
(5) Tanamkan dalam pikiran, bahwa suami ataupun wanita lain itu bukan musuhmu. Musuhmu adalah syetan dan hawa nafsu yang mengajak pada keburukan. Perangi dia, bukan pasangan. Sibukkan diri memperbaiki kesalahan, entah itu komunikasi yg salah, ketaatan yg kurang, dll.
(6) Hindari menyibukan diri dengan kesalahan orang lain, atau menerka-nerka apa yg suami pernah lakukan dengannya. Selain hanya akan menambah luka, hal itu menghambat proses perbaikan diri, melambatkan takdir baik yg akan menyapa.
(7) Berani bayar harganya! Sudah baca buku MUB pak Noveldy kan? :-) Jika ingin bahagia, maka beranikan diri untuk membayar harganya. Dengan air mata, pengorbanan, dan kelelahan hati. Hiasi usahamu dengan tawakkal, kuatkan dengan keyakinan.
(8) Yakini, bahwa hidup ini sementara. Bahagia tak selamanya, seperti halnya duka dan air mata tak akan bertahan lama. Akan ada masanya semua datang dan pergi silih berganti. Jangan kehilangan momen! Gunakan setiap waktu untuk mengerjakan hal yang indah-indah dan baik-baik saja.
Memang tidak ada hal yang menyenangkan untuk dipilih ketika cinta sudah terlanjur terbagi. Namun tetap ada usaha yang perlu dilakukan. Jangan putus asa! Tunjukkan bahwa sebenarnya suami tak pernah salah memilihmu menjadi istrinya, menjadi ibu anak-anaknya. Tunjukkan kelemahlembutanmu, ketulusanmu, dan kebesaran hatimu. Yakin, apa yang terjadi saat ini sudah ditentukan berpuluh ribu tahun lamanya. Tinta takdir sudah kering, jangan lagi disesali. Masa depan yang masih misteri, jadikan pecut untuk berbuat yang terbaik, berprasangka yang baik, berharap hanya yang baik-baik pula. Life is not end, yet, women... Cheer up! You don't know how strong you are, until being strong is the only choice you have... ^_^
- See more at: http://m.sekolahpernikahan.com/read/Long-Distance-Mariage/1644.Ketika-Cinta-Sudah-Terbagi.html#.VDcTUTmwA04